sumber: pinterest.com |
Asty melirik ke arah jam
yang tergantung pada dinding ruang tengahnya, pukul sembilan malam.
“Harusnya kau sudah pulang…”
Ia membetulkan posisi duduknya,
keningnya berkerut, keringat mulai bercucuran dari dahinya.
“Kau harus cepat pulang,
agar semua ini selesai."
Ia kembali bergumam dengan
kegelisahan yang tampak makin nyata di wajahnya.
Asty mulai gelisah, harusnya
suaminya sudah pulang semenjak sepuluh menit yang lalu, ia mulai berjalan
mondar-mandir sambil terus memasang kuping, pada suara bel dari depan rumah.
“Tidak, tidak… Dia pasti
pulang cepat hari ini. Ia tak pernah pergi dengan perempuan jalang itu pada hari
selasa.” Asty berbicara setengah berteriak, tangannya yang sedari tadi menggenggam
pisau dapur teracung-acung ke depan. Napasnya memburu, turun naik bersamaan
dengan mukanya yang berubah merah. Marah.
Asty terus mondar mandir sambil
melirik jam dinding, menunggu bel depannya berbunyi yang menandakan kepulangan
suaminya yang rencananya akan ia sambut dengan tikaman pisau dapur tepat di
perut suaminya, yang selama ini diam-diam selingkuh di belakangnya.
***
Telepon berdering, dalam
keterkagetan Asty tergopoh meraihnya. Dari kantor polisi, tabrak lari, katanya.
Setelah berbicara singkat dan menutup telepon ia menyeringai bahagia. Sekarang ia
tau, belnya tidak akan berbunyi.
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar sesuka hati! :)