Menghabiskan uang bulanan dalam sehari karena berbelanja buku? Cek!
Rela tidak berbelanja pakaian, sepatu, tas dan alat makeup demi membeli buku? Cek!
Mendekam di rumah bermingu-minggu karena sibuk menamatkan timbunan buku dan tidak memiliki lagi uang sepeser pun? Cek!
Lupa makan, tidur, dan mandi karena buku? Cek!
Itu adalah sederet hal gila yang biasanya kulakukan terkait buku. Semua bermula sedari saya kecil, sewaktu saya bahkan belum bisa membaca. Orangtua saya, terutama Abah, sering mencecoki saya dengan buku anak-anak. Awalnya saya jatuh cinta pada ilustrasi-ilustrasi di dalamnya lalu saya terpesona pada kisah-kisah yang dibacakan untukku disetiap ada kesempatan. Tapi saat itu saya belum jatuh cinta pada buku itu sendiri, saya tidak merawat buku-buku pemberian itu dengan baik, yang sangat saya sesali saat ini. Tidak jarang, karena gemes pada ilustrasinya, saya pun mengguntingnya dan menjadikannya permainan bongkar pasang atau sekedar saya tempel di tembok. Baru ketika duduk di kelas 3 SD, kecintaan saya pada buku itu muncul. Saya pun mulai mengoleksinya. Tapi tetap saja, buku-buku itu banyak juga yang hilang dan rusak apalagi jika dipinjam oleh orang lain.
Hal yang sangat gila yang saya lakukan adalah ketika saya duduk di kelas 2 SMP. Saya yang bersegera mengunjungi toko buku sepulang sekolah demi mendapatkan seri ke lima Harry Potter, Harry Potter and The Order Of Phoenix, harus menelan kepahitan karena tidak diperbolehkan masuk ke mol (tempat di mana toko buku itu berada) karena masih menganakan seragam sekolah. Saya pun harus pulang untuk mengganti baju terlebih dahulu. Barulah ketika malam saya diantar ke sana. Tanpa ragu saya pun mengambil seri ke lima Harry Potter itu. Tapi tunggu... ada satu buku lagi yang menarik perhatian saya. Eragon! Karangan Christopher Paolini. Saya pun mengambilnya dan dengan dua buku itu bersegera menuju kasir... tapi... aduh ada satu buku lain lagi yang menarik perhatian saya, Abarat. Tapi bagaimana ini? Uang saya tidak cukup. Dengan membeli Harry Potter dan Eragon saja, sudah dipastikan dalam sebulan ke depan saya harus menahan lapar di sekolah. Jika turut membeli Abarat, dengan apa saya pergi ke sekolah? Berjalan kaki? Tentunya tidak mungkin, jarak rumah dari sekolah sangat jauh. Maka saya pun dengan berat hati meninggalkan Abarat tersebut san hanya membawa pulang dua buku.
Dan di sinilah kegilaannya dimulai, sesampai di rumah saya langsung merobek plastik segel Harry Potter ke lima itu dan langsung membacanya... Tanpa mengganti baju saya terus hanyut ke dalam ceritanya. Tidur? Tentu saja tidak. Saya hanya berhenti membacanya saat ingin buang air kecil setelah itu melanjutkan membacanya kembali. Ketika matahari mulai terbit saya menghentikan membaca kemudian mandi, pakaian lalu berangkat ke sekolah (tanpa memejamkan mata sedikit pun). Tentu saja buku itu saya bawa serta ke sekolah, padahal di sekolah sudah seminggu ini ada razia tas. Komik maupun buku-buku selain buku pelajaran sudah banyak yang disita, tapi entah hal apa yang merasuki saya, saya tetap membawa buku tersebut. Selama di angkot, saya terus membaca hingga sampai di sekolah. Ketika pelajaran di mulai, saya terus membacanya dengan meletakkannya di bawah meja, sebentara buku pelajaran saya letakkan di atas meja dalam keadaan terbuka, yang menimbulkan kesan seolah-olah saya sedang membaca buku pelajaran tersebut. Bahkan saat waktu istirahat pun saya terus membacanya, ya selain saya memang tidak punya uang lagi untuk jajan di kantin.
Begitu terus hingga bel tanda berakhirnya sekolah berbunyi...
Saya mengemasi barang-barangku lalu pulang. Saat diperjalanan menuju rumah saya menamatkan buku itu lalu tertidur di atas angkot. Saya tertidur pulas dan dengan sukses melewatkan rumah saya sehingga harus turun dan mengganti angkot yang ke arah sebaliknya.
Di rumah saya menyempatkan mengganti baju dan makan lalu membuka segel plastik Eragon. Tanpa terduga, saya tenggelam begitu dalam pada kisahnya sehingga pola membaca Harry Potter terulang. Saya tak bisa meletakkannya hingga menamatkannya. Saya samar-samar masih mengingatnya, Eragon saya tamatkan ketika azan subuh berkumandang di mesjid. Alhasil? Kepala saya sakitnya luar biasa, seakan-akan ada bel yang berbunyi nyaring di kepala saya dan dengan sukses selama seminggu ke depan saya demam tinggi. Sempat orang rumah mengira saya terjangkit DBD, tetapi setelah dibawa ke dokter, dokter mengatakan bahwa saya terlalu capek. Hihihihi...
Dan apakah saya tobat membaca gila-gilaan seperti itu?
Awalnya ia, tetapi saat kelas 3 SMA pola yang sama terulang lagi. Jauh hari saya sudah mem-PO buku terakhir Harry Potter (Ia, kali ini karena buku Harry Potter lagi) dan saat buku itu terbit saya pun langsung mengambilnya di toko buku. Dalam perjalanan pulang saya sudah mulai membacanya, terus membacanya hingga matahari pagi terbit. Dan... saya sakit lagi selama seminggu, kini ditambah dengan diare dan muntah-muntah... Padahal saat itu sudah mendekati ujian akhir... Duh!
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar sesuka hati! :)