Friday, September 26, 2014

Jumatulis Season 2 - 01 Pop - Pop dan Dagi Si Penjual Permen

Sewaktu kecil – mungkin hingga sekarang – aku meyakini Pop adalah beruang paling hebat dan mengasikkan sedunia. Dengan tangannya yang besar dan ajaib ia telah menciptakan berbagai jenis permen dan cokelat yang lezat, sangat lezat. Aku pun tumbuh dengan mencicipi permen dan cokelat ciptaannya itu, dan bermimpi ketika besar nanti akan menjadi seperti dirinya.

Pop ku bertubuh tinggi dan besar. Karena ketelatenan Mom, bulu-bulu Pop berwarna hitam mengkilap, juga dengan pakaiannya selalu bersih dan tersetrika rapi. Begitulah Mom, dia sangat suka tampil gaya dan begitu marah jika mendapati bulu atau pun pakaian kami bernoda. Dia dengan cerewet memerintahkan kami untuk mandi dan mengganti pakaian yang terkena noda itu. Ahh... tapi itu Mom, ada kesempatan lain aku akan menceritakan tentangnya. Kali ini aku hanya ingin bercerita tentang Pop... Pop jarang menunjukkan perasaannya, ia terlihat kalem bahkan mungkin menyeramkan. Kumisnya yang lebat dan mulutnya yang selalu terlihat cemberut – juga badannya yang tinggi dan besar – memang terlihat mengancam. Tapi sebenarnya Pop memiliki hati yang lembut dan sangat penyayang, dia hanya tidak tau atau canggung mengungkapkan dirinya yang sebenarnya secara blak-blakan. Perlahan-lahan jika kau telah mengenalnya kau akan mengerti apa yang kumaksudkan.

Pop sering mendudukkan ku di atas bahunya lalu mengajakku berkeliling hutan – terkadang bersama Mom, tetapi lebih seringnya hanya kami berdua – dia akan bercerita tentang pekerjaannya; bagaimana membuat permen dan cokelat, bagaimana memilih bahan yang benar-benar berkualitas, dan mengapa ia memilih menjadi pembuat permen dan cokelat. Kadang juga dia hanya mengajakku berkunjung ke rumah teman-temannya. Dan di sana dia akan membanggakanku seakan-akan akulah anak yang paling tampan dan paling pintar di dunia ini. Hal itu sebenarnya membuatku benar-benar malu.

Ketika Pop bekerja, aku selalu memperhatikannya, terkadang juga membantunya ini dan itu. Tidak jarang Pop meminta pendapatku saat membuat varian permen atau pun cokelat terbaru, aku selalu memiliki ide-ide cemerlang untuk itu. Tapi... hal yang paling membuatku kecewa adalah aku sama sekali tidak dapat membuat permen maupun cokelat. Sekeras apa pun aku berlatih membuatnya, permen buatanku selalu menjadi terlalu lengket, sehingga ketika dimakan permen itu akan mengelem mulutmu dan kau tidak dapat berbicara beberapa hari. Atau malah terlalu keras dan manis sehingga akan mematahkan gigimu atau membuatnya keropos di sana-sini. Dan cokelatku... adalah malapetaka! Cokelat buatanku akan sehitam ter dan sepahit kayu pohon yang diseduh. Memaksa memakannya hanya akan membuatmu sakit perut.

Pop, bahkan Mom sering menghiburku dan berkata bahwa sebagai anak yang cerdas aku pasti akan menemukan keterampilan yang lain, keterampilan yang akan membuatku sehebat Pop. Tapi aku pun tahu, Pop sebenarnya kecewa, ia berharap aku, anaknya satu-satunya dapat meneruskan usahanya.

Saat usiaku lima tahun, usia yang cukup dewasa untuk seekor beruang, Pop menemukan cara menumbuhkan permen dan cokelat. Dengan tangan ajaibnya, permen dan cokelat yang ia tanam di halaman rumah itu tumbuh dan berbuah. Mulai dari batang, daun, buah, hingga akarnya dapat di makan dan rasanya selezat buatan Pop. Pop pun bertambah berkali-kali lipat kehebatannya di mataku. Dia pun mulai dijuluki penyihir oleh makhluk hutan lainnya. Rahasianya mudah saja, dengan sepenuh cinta, Pop akan menanam permen dan cokelat itu dan menyiramnya setiap dua kali sehari, pagi dan sore. Dengan sepenuh cinta juga ia merawat tanaman-tanamannya itu dan memetik hasilnya. Tapi memang entah mengapa hanya Pop yang dapat melakukannya, mungkin itu memanglah sudah bakatnya atau memang dia adalah seorang penyihir.

Entah dari mana mulanya, hubunganku dengan Pop lama-kelamaan menjadi renggang. Kami mulai jarang berkomunikas. Mungkin ini sepenuhnya salahku, yang merasa tertekan pada kebesaran Pop sehingga memilih menjauh. Tanpa kusadari aku merasa kerdil dihadapannya, dan itu membuatku risih. Aku ingin dengan bangga dan penuh harga diri berdiri di sampingnya sebagai dua beruang yang sama-sama hebat, bukannya beruang hebat dan anaknya. Maka aku pun memilih pergi ke kota manusia.

Pop tidak menyukai pilihanku, dia memang kurang menyukai manusia. Dia sering ditipu oleh manusia, terutama dalam hal penjualan permen dan cokelatnya. Dia juga berapa kali merasa sakit hati ketika manusia menjauhinya karena takut padanya—karena dia berbeda. Sehingga Pop tidak lagi menjual permen dan cokelat kepada mereka, hingga aku membuka toko permen dan cokelat di sana...

Awalnya aku bekerja di sirkus, berputar-putar di atas sepeda beroda satu dengan memainkan lima buah bola berwarna-warni di tanganku. Menyenangkan rasanya ketika membuat manusia itu terpesona dan bertepuk tangan. Apalagi menyaksikan kanak-kanaknya tertawa. Tapi, diam-diam aku merasa tidak puas dengan pekerjaanku itu, tetapi terlalu malu untuk mengakuinya, apalagi ketika mengahadapi kemurkaan Pop saat mengetahui pekerjaanku.
“Apa yang salah dari bekerja di sirkus?!” kataku saat itu.
“Tidak ada! Kecuali bertingkah konyol dan memalukan dengan menyia-nyiakan bakatmu!”
“Aku tidak sepertimu! Aku menyesal kau tidak punya anak lain yang bisa mengikuti jejakmu sehingga kau tidak perlu merecokiku lagi!”
Ketika memuntahkan hal tersebut aku terdiam, Pop apa lagi. Dia lalu berbalik pergi, dan aku tetap diam di tempatku, menyesali perkataanku.

Lama semenjak itu aku dan Pop tidak lagi bertegur sapa. Aku pun tidak pernah pulang. Hanya Mom yang datang menjenguk ku, membawakanku kue-kue buatannya dan beberapa potong permen dan cokelat hasil karya Pop. Aku sangat merindukan Pop, tapi ia, terlalu malu dan gengsi untuk menemuinya. Nyatanya karirku tak lebih sebagai beruang hitam yang menaiki sepeda dan berputar-putar sambil memainkan kelima bolanya, hanya itu. Lama-kelamaan aku pun terancam akan dipecat, manusia-manusia itu sudah bosan pada penampilanku, yang kuakui memang hanya itu-itu saja.

Hingga suatu hari, ketika aku benar-benar telah dipecat dan terduduk lesu di bangku taman, meratapi nasip, seorang gadis kecil menghampiriku. Ia menatapku dengan matanya yang sipit dan sehitam malam, lalu tersenyum cerah dan mengulurkan tangannya kepadaku. Di telapak tangannya ada sebungkus permen, saat kutatap matanya ia mengangguk dan aku pun mengambil permen itu, membuka bungkusnya dan mengulumnya di lidahku. Ada perasaan hangat yang memenuhi hatiku saat itu dan saat akan berterimakasih kepada anak kecil itu, dia tidak ada lagi di sana.

Permen itu rasanya biasa saja, jauh bila dibandingkan buatan Pop. Dan memang, selama tinggal di kota manusia ini, aku tidak pernah menemukan permen apalagi cokelat seenak buatan Pop. Dan ide itu pun tiba-tiba saja terlintas dipikiranku. Mengapa tidak?! Sebuah toko permen di tempat ini! Toko permen yang menjual permen dan cokelat terlezat! Aku hanya perlu merubah rumah ku di sini menjadi toko permen, membeli rak-rak permen, merubah lantai bawah menjadi toko, membeli papan nama, dll. Kurasa tabunganku dari bekerja bersama Pop cukup membiayai itu semua. Hanya meminta Pop menjadi partnerku yang membuatku ketar-ketir. Maukah ia memaafkanku? Bisahkah kami seperti dulu lagi?

Aku pun pulang...

Di rumah aku disambut dengan pelukan dan air mata dari Mom sebentara Pop hanya diam saja memandangku. Mom kemudian menarikku masuk ke dalam rumah dan kami bertiga duduk diam di meja makan. Keheninggan itu terasa sangat janggal dan akhirnya dipecahkan dengan omelan Mom, “Ckckckck... tidak anak, tidak bapak, keduanya sama saja! Gengsian! Lihat kalian berdua!!! Ckckck...”
Gambar di ambil di sini
Menghela napas aku pun mulai berbicara, “Aku... Aku ke sini ingin bertemu denganmu Pop”.
“Hanya dengan Pop mu?!!” Sela Mom.
“Denganmu juga Mom, tentu saja, tapi memang ada yang ingin kubicarakan dengan Pop.” Dengan malu-malu kuangkat pandanganku dan menatap mata Pop, “Aku minta maaf... Aku...”. Pop menatap mataku lalu bangkit dari kursinya dan menepuk bahu kemudian berkata, “Kau sudah makan? Ayo kita makan dulu! Apa masakanmu hari ini Flo?”

Sambil menimkati makanan buatan Mom, aku pun membeberkan rencanaku kepada Pop dan Mom.

Mungkin kau pernah berkunjung ke toko Permen Pop?
Toko permen yang terkenal dengan permen dan cokelatnya yang lezat yang menghangatkan hatimu seperti pelukan keluarga?!
Jika ia, tentunya kau telah bertemu denganku bukan?! Dagi si penjual permen!

Cerita sebelumnya bisa di baca di sini ^^

Pop dalam bahasa Belanda adalah panggilan untuk Ayah.

2 comments:

Silakan berkomentar sesuka hati! :)