Thursday, September 18, 2014

Jumatulis Season 1 - 04 Sofa - Sofa Diana


Dua minggu yang lalu Diana memesan Sofa, dengan warna cokelat belang-belang. Kesukaannya. Karena coklat indentik dengan old school atau mungkin coklat kegemarannya. Tapi coklat selalu mengingatkannya pada sosok manis yang selalu dinanti.
**
Raja tidak paham dengan keinginan Diana yang memintanya untuk datang di hari yang begitu aneh, malam jumat yang jatuh bertepatan pada kamis kliwon. Ceweknya ini memang aneh dari pertama kali mereka berkenalan. Tapi sorot matanya, senantiasa membuat Raja seakan berjalan di dunia yang berbeda. Dunia yang selalu indah.
**
Hari Kamis pagi, Ojid sudah bersiap menaikkan Sofa ke bak mobil yang terbuka. Pesanan seorang pelanggan, dia ingin hari ini sudah sampai sebelum Sore. Katanya ingin membuat kejutan bagi pasangannya.
"Jid, jangan lupa kuitansinya!" teriakan sang majikan mengejutkan Ojid yang tengah menjalin kasih dengan tali hingga kesadarannya tertuju pada temali yang kasar.
"Iya, Bu. Udah aye masupin ke mobil," katanya sambil melirik ke arah dalam bagian kemudi untuk memastikan.
Starter mobil berbunyi, roda-rodanya bergulir serentak dan memasuki jalan raya. Berjibaku dengan kendaraan lain di ibu kota jakarta. Tempat yang selalu macet dengan ribuan aktifitas sok sibuk lainnya.
Jalan Kamboja, sudah beberapa kali Ojid mengitari komplek yang terbilang sepi itu, mencari Jalan Kamboja sesuai dengan alamat yang tertera di kertas invoice.
Kesana kemari, mencari alamat. Namun yang kutemui bukan dirimu. Sayang…
Sambil bergumam ikut menyanyikan lagu yang terdengar dari audio mobilnya, mata Ojid tidak lepas dari tulisan di plang setiap jalan. Mencari Jalan Kamboja.
Lima jam tepatnya, Ojid berputar-putar tidak karuan. Bahkan sudah berkali-kali juga dia menelpon sang pelanggan tapi jawabannya selalu sama :
"Maaf nomor yang Anda masukkan belum terpasang."
Dia mengeluh dan menyalahkan tulisan sang majikan yang meletat-meletot bak tulisan dokter yang sudah ahli. Tapi, ini bukan resep yang harus dia racik, tapi alamat pelanggan yang harus dituju. Alhasil, demi menghilangkan kekalutannya, Ojid mampir di sebuah warung kopi.
"Mak, kupi satu ye. Ama nasi dah, laper beud gua." Emak penjual nasi tersenyum dan membawakannya sepiring nasi lengkap dengan lauk kemudian masuk kembali untuk membuat kopi.
Setengah jam berlalu, setelah makan dan minum. Kemudian Ojid menannyakan alamat yang ditujunya. Namun, jawaban Emak ini membuatnya bertambah bingung.
"Kagak ada Jalan Kamboja dimarih, Tong. Ada juga Jalan Kamboja nyeng deket kober di sonoh." Telunjuknya mengarah ke jalan sempit yang tidak berlapis beton. Sepi dan dipenuhi dengan tanaman tinggi.
Kalau dipikir lagi rasanya memang tidak mungkin. Tapi demi mengantar barang kepada pelanggannya akhirnya Ojid berusaha untuk mempercepat kemudi.
**
Raja sendiri sering tidak diizinkan untuk mampir ke tempat Diana. Tapi malam ini, dengan sangat riang setelah mendapat tawaran dari Diana untuk mampir ke rumahnya, hati Raja girang bukan kepalang. Dia membeli setangkai bunga untuk kejutan.
**
Ojid merasa sangat lelah, Adzan Ashar sudah dua jam yang lalu lewat, langit sudah mulai kelabu, senja sudah turun. Pertanda sore mulai segera pergi dan akan berganti malam.
Lama kelamaan Ojid hampir saja menyerah. Tapi ketika dia berpapasan dengan mobil mewah yang berjalan searah dengannya akhirnya dengan nekat dia cegat, berdiri di depan mobil yang jalan perlahan.
"Ada apa?" Sang pemili mobil laki-laki yang terlihat rapi. Dengan gamang Ojid menanyakan padanya. Dan wajahnya kembali cerah.
"Iya setau saya tadi nanya sama yang warung di ujung sana, katanya kearah sini." jelas sang pengendara itu. Ojid tidak mau ambil pusing, tugasnya hanya mengantar Sofa.
Mereka tiba di rumah yang sangat mewah, namun sangat sepi dan aneh. Hanya pembantu yang keluar, dengan dandanan mengenakan seragam hitam, lingkar mata yang kelabu, rambut yang digelung keatas, serta sorot mata yang tajam.
"Saya buru-buru pak. Maaf saya duluan." Ojid mendadak merinding, namun tidak tahu harus seperti apa. Pilihannya hanya satu, segera pergi dari tempat itu.
Sofa sudah masuk ke lantai dua, rumah besar bergaya Belanda. Dengan deretan patung yang membuat Ojid ketakutan. Mereka tampak hidup.
Magrib tiba ketika Ojid sudah keluar dari halaman rumah besar, ketika dia melihat dari balik spion mobilnya, rumah itu hilang. Berganti dengan tanah kosong dengan timbunan tanah yang teratur, itu adalah pemakaman.
Ojid langsung mengemudikan dengan cepat mobilnya. Tak lagi ingin melihat ke arah kaca spionnya. Jantungnya berpacu hingga tak tahu harus bagaimana menenangkannya. Dari kejauhan terdengar suara denting piano yang melantunkan sebuah lagu yang Ojid kenal.
Aku tersesat dan tak tahu, arah jalan pulang
Aku tanpamu butiran debu.
Malam menyapa, hanya sinar lampu dari mobil yang menyala, ditinggal pemiliknya yang menghilang karena lari terbirit-birit mendengar denting piano selepas magrib tadi. 
Mobil yang-kalau dia bisa berbicara- sudah mengeluarkan bensin dari bawah, bukan karena kebocoran, tapi didalam diri mobil, dia juga ketakutan.
***************
Tulisan ini diikutsertakan dalam projek #Jumatulis
**Binatang Jalang**

0 comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar sesuka hati! :)