Tepatnya rasa Bosan itu hadir saat aku berteman dengan tumpukan baju yang harus aku selesaikan segera, mencoba terTawa meski rasanya energiku hanya bersisa untuk nafas saja. Tak ada yang diTindas di sini, hanya saja Tekanan bekerja menjadi pembantu rumah tangga memang begini. Kalau tidak kuat, bisa saja memBunuh semangatku untuk mengerjakan semuanya.
Ibuku dulu mengabdi pada keluarga ini dari usianya 12 tahun. Kini Ibu sudah tiada, warisan darinya adalah dengan menjadi seseorang yang mengabdi dengan baik. Melayani tanpa mengeluh dan bekerja dengan hati yang senang dan riang.
Tapi seandainya saja Ibu tahu, kalau istri dari anak mendiang Bapak Sastroadmodjo ini sangat-sangat tidak bersahabat. Bayangkan saja, pakaian yang baru terjatuh di lantai yang baru aku sapu. Lantas dengan ringannya dia masukkan ke dalam keranjang cuci. Katanya dia alergi dengan debu.
Belum lagi, setiap hari pekerjaanku ini rasanya tidak ada habisnya. Baru selesai mencuci, dia memintaku langsung menyetrika. Setelah selesai aku diminta untuk mengelap semua bagian di rumah yang super besar ini. Kemudian memasak sampai akhirnya menyuapi dan memandikan anaknya.
Jatah istirahatku hanya malam, jam 12 malam hingga jam 3 dini hari. Larut malam aku harus tetap terjaga. Untuk menunggu majikanku, Pak Broto sampai di rumah. Sementara Pak Broto sendiri orang yang sama dengan Pak Sastro, beliau paham betul dengan keletihanku. Sering melindungiku dari omelan istrinya. Tapi kebaikannya terselubung, hanya karena aku pernah tidak sengaja memergokinya berselingkuh dengan sekretarisnya.
Hidupku penuh dengan tekanan yang membuatku merasa penat yang luar biasa. Belum lagi anak mereka yang tidak diajari sopan dan santun pada orang lain. Sering aku dipukulnya atau menangis jika meminta sesuatu.
Jadi, jangan salahkan aku jika akhirnya aku kabur pagi buta ini. Meninggalkan pesan Ibu untuk mengabdi pada mereka. Aku hanya membawa baju-bajuku. Tanpa harta apapun, karena sudah tiga bulan majikanku beralasan lupa membayar gajiku. Katanya aku sudah diperbolehkan menumpang tinggal dan makan harusnya sudah cukup.
Padahal untuk membeli pembalut untuk keperluan bulananku pun, aku meminta pada temanku. Ini kehidupan mengabdi yang membuatku bisa-bisa kehilangan kewarasan.
Maafkan aku Ibu. Tak lagi dapat aku mengabdi pada mereka. Dan malam ini aku menginap di mushola, tak tahu ingin kemana lagi.
*Binatang Jalang*
*************
Tulisan ini diikutsertakan dalam proyek #Jumatulis
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar sesuka hati! :)