Friday, October 3, 2014

Jumatulis Season 2 - 02 Hasrat - Catatan hidupku

Waktu usiaku masih lima tahun, ibu pernah bercerita tentang kisahku yang saat itu setelah bermain di tanah kosong milik pemerintah, kemudian pulang sambil menangis kencang. Kata Ibu, saya bukan menangis kencang saja, tapi juga menjerit-jerit. Aku tidak ingat kejadian itu, tapi yang aku tahu, itu adalah awal dari semua yang aku alami hingga saat ini.

Ibu menuturkan, bahwa aku menangis sampai seminggu, hanya diam beberapa saat. Memeluk ibu dengan pegangan yang erat, bahkan tidak mau dilepas dari gendongan ibu. Beberapa kali ibu sempat memarahiku, karena kondisiku ini mengganggu pekerjaannya sebagai buruh di pasar. Tugas ibu adalah memisahkan cabai yang masih bagus dengan yang sudah busuk. Sementara kalau berada di dekat cabai, mata bisa berair karena pedas. Dan aku saat itu masih tidak mau melepas cengkramanku, hingga akhirnya ibu mencubit kakiku, tapi tetap saja aku tidak jera. Ada sesuatu yang membuatku ketakutan.

Setelah hampir menginjak seminggu, seorang tetangga yang mendengar jeritanku yang lagi-lagi terdengar memilukan, bertamu ke rumah. Bapakku sedang pergi, maklum sebagai kenek angkutan, bapak hanya pulang beberapa kali dalam sebulan. Tetangga kami itu, menyarankan pada Ibu untuk menemui Mbah Jarwo, paranormal terkenal di kampung kami.

Keesokan harinya, Ibu langsung berangkat menuju Desa Sumber Urip, tempat Mbah Jarwo membuka prakteknya. Banyak mobil yang mengantri di sana, kata Ibu. Memang, ketenaran indra ke-enam Mbah Jarwo terkenal sampai ke ibu kota Jakarta. Setelah mengantri hingga beberapa jam, sementara aku masih saja menangis. Hingga membuat wajah Ibu yang lelah bertambah lelah. Saat kemudian, kami berhasil masuk ke dalam ruangan yang berbau menyengat, Mbah Jarwo langsung memegang kepalaku dan menyembur wajahku.

Tidak ada yang aku ingat. Hanya saja, semenjak itu, aku terbiasa dengan sosok lain yang berada di sekitarku.

**
Kelas lima SD, aku melihat sosok gadis yang menggantung tepat di atas meja belajarku, saat pelajaran Agama Islam. Tidak ada yang melihat lagi, kakinya yang kotor bergelayut tepat di depan mataku. Ketika perlahan aku berusaha untuk melihat apa yang menggelayut, mataku tertuju pada matanya yang melotot, tangannya terkulai mengudara. Mata itu, menatapku kosong, pedih, sakit dan kejam.

**
Pernah juga, saat kelas dua SMP, hasrat untuk buang air di kamar mandi sekolah harus aku tahan hingga sampai di rumah. Ketika itu kami sedang mengikuti pelantikan anggota OSIS, yang memakan waktu hingga saat Magrib tiba. Ketika, aku benar-benar kebelet, dan saat hendak masuk ke dalam kamar mandi. Seorang ibu menggunakan kebaya berwarna hijau, dengan rambut di sanggul, wajah yang datar, putih dan pucat. Memanggilku, kemudian memarahiku untuk tidak masuk ke dalam kamar mandi.

Tubuhku merinding, kakiku bahkan berat untuk melangkah pergi. Seperti ada sesuatu yang membebani langkahku. Dan tidak lama sebelum azan Magrib berkumandang, terdengar suara teriakan dari dalam kamar mandi, dan kemudian bagai terkena angin kencang, pintu kamar mandi tertutup kencang.

Mereka ada dimana-mana, bahkan sering berada di sebelah kanan atau kirimu, menunggu untuk berbincang denganmu.

Tulisan ini diikutsertakan dalam #Jumatulis


0 comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar sesuka hati! :)