Oleh:
Aku mencari Mama di kamar, ternyata tidak ada. Aku coba cari lagi di taman belakang rumah, siapa tahu Mama sedang menikmati secangkir teh hangat sambil duduk di bangku taman, tetapi Mama pun tidak ada di sana.
Penasaran, aku mencoba melihat kalender... "Ini hari Jumat kedua di bulan April."
Aku lupa!
Mama pasti sedang melakukan ritual bulanannya.
Setiap bulan, Mama selalu mengenang Jumat di pekan kedua dengan rutinitas yang sama. Sudah 25 tahun aku melihat Mama melakukan ini. Kenapa aku bisa lupa?
Merasa bodoh, aku pun memutuskan menunggu Mama selesai melakukan rutinitas bulanannya dengan menyiapkan makanan kesukaan Mama, pisang goreng yang ditaburi brown sugar halus dan ditambah teh hangat. Sekarang jam empat sore, setidaknya masih ada dua jam sebelum Mama keluar dari ruang kenangan itu.
Aku mengingat saat masih kecil, di mana aku merasa penasaran dengan cara Mama menghabiskan hari Jumat kedua. Setiap jam 15.00 - 18.00 WIB, Mama akan memasuki ruangan yang disebutnya sebagai ruang kenangan. Beliau akan merenung di sana, mengenang masa lalu, menceritakan sesuatu kepada sosok yang kenangannya tidak pernah Mama kubur meski sudah berlalu selama 25 tahun.
Hari ini tepat Jumat kedua di tahun ke-25 kenangan tersebut dihidupkan oleh Mama, sudah seperempat abad, jadi aku merasa mungkin di dalam sana Mama sedang melakukan renungan yang luar biasa banyaknya.
"Ini bukan sekedar tentang kenangan, Lila. Ini tentang sebuah kehidupan yang tidak akan pernah Mama lupakan. Hanya ini cara yang bisa Mama lakukan untuk mengenang kebaikan yang pernah singgah di hidup Mama. Bukan dengan cara berpesta. Setidaknya, ada satu hari khusus di antara hari-hari yang berlaku di setiap bulan, di mana Mama bisa khusus bertemu dia tanpa diganggu oleh rutinitas Mama lainnya..."
Suatu hari Mama pernah menjelaskan panjang lebar mengapa Mama melakukan rutinitas ini tanpa merasa terbebankan. Setiap bulannya selalu terasa spesial.
"Tidak ada rahasia khusus. Kamu sendiri pernah melihat ruangan ini kan? Kamu bebas memasukinya. Semua penuh dengan kenangan." Aku mengangguk mengiyakan.
"Kamu tidak berkesempatan untuk berkenalan langsung dengan kenangan ini. Inilah cara Mama mengenalkannya ke kamu. Mengenalkan sosok Papa kamu, supaya kamu menyadari betapa berharganya Papa kamu bagi Mama."
Menurut cerita, Papa meninggal saat aku masih 8 bulan di dalam kandungan Mama. Ruangan ini adalah ruangan terakhir di mana kenangan Papa-Mama terpatri. Saat itu, Papa duduk di sofa putih ini bersama Mama. Menceritakan rencana Papa terhadapku, yang saat itu masih menjadi calon anak mereka yang segera lahir. Kenangan ini berlangsung di pukul 15.00 - 18.00 sebelum Papa pergi ke masjid dekat rumah untuk sholat Maghrib di sana. Saat rukuk di rakaat terakhir, Papa meninggal dunia.
Sejak saat itu, Mama menyulap ruangan ini menjadi ruang kenangan yang penuh cerita tentang Papa. Saat kecil, terkadang aku ikut Mama untuk merayakan rutinitas bulanan bersama. Semakin besar, aku memilih tidak mengganggu Mama dengan rutinitasnya. Aku mencoba memberikan ruangan khusus yang hanya diisi oleh Papa dan Mama saja. Toh, aku juga bebas memasuki ruangan yang penuh dengan foto Papa, sofa kesayangan Papa dan Mama, lukisan-lukisan yang dibuat Papa, dan alat musik yang dimainkan Papa. Semuanya masih terawat dengan baik berkat ketelatenan Mama. Ruangan ini menjadi terkesan antik namun tidak horor.
Di sofa putih, Mama duduk sambil menghisap teh kesukaan Papa dulu sambil mendengarkan musik-musik kenangan mereka berdua, dan menceritakan apa saja yang ingin Mama bagi bersama Papa.
Terkadang, aku ingin dapat mengenang sebuah kehidupan seperti yang dilakukan oleh Mama.
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar sesuka hati! :)