Oleh:
Sewaktu saya melempar tema "POP" sebagai tema perdana di #Jumatulis Season 2, saat itu saya sedang membayangkan untuk berburu buku anak yang berbentuk pop-up. Tapi, kali ini saya bukan bukan akan membahas buku di sini. Cukuplah di kata-nia saya membahas buku, hahaha.
Saya juga bukan akan membahas Fitri Poptropica, website untuk bermain ini dan itu. Walaupun tampilannya memang selalu menggoda untuk selalu di-klik. Warnanya cantik dan eye-catchy begitu, warna kesayangan saya juga, bagaimana bisa saya mudah menahan diri untuk tidak tergoda bereksplorasi di sana? Hahaha.
Saya memilih untuk membahas sesuatu yang saya temukan di POP-SCI alias Popular Science. Ini merupakan website yang keren!
Popular Science selalu mengupas berita terkini terkait science dan itu tidak melulu terkait informasi maha-ribet yang membuat saya sakit kepala, terutama kalau terkait dengan konsep sejenis fenomena time travelling, Taechyon Particle, atau Thermodynamics yang terkadang membuat saya sakit kepala dan migraine kumat ketika kesulitan mencerna informasinya, hahaha.
Nah, salah satu yang menarik minat saya untuk membacanya adalah salah satu artikel terbaru di pop-sci yang membahas tentang eek.
What?!
Eek lagi?!
Tenang, hahaha. Kali ini akan membahas informasi yang keren kok...
Artikel yang saya maksud berjudul How Gorilla Poop Could Help Stop Ebola. See? Eek
itu bermanfaat, hahaha. Bahkan dapat mencegah penyebaran virus ebola,
yang beritanya sangat heboh di seluruh dunia sejak berminggu-minggu yang
lalu, terutama bagi mereka yang tinggal di Afrika Barat. Ingat kan
dengan berita yang menyatakan bahwa sampai ada proses sterilisasi
besar-besaran di sana demi mencegah penyebaran virus ebola? Para jamaah
haji Indonesia pun diminta suntik vaksin khusus supaya mencegah
penularan karena ketika di Mekkah entah akan bertemu orang-orang dari
belahan bumi mana, dan sangat mungkin akan ikut tertular jika tidak
melakukan intervensi sejak dini. Semua pihak di sana berusaha keras
untuk mengidentifikasi siapa pembawa pertama dari virus ebola ini.
Apalagi, virus ini merupakan virus yang mematikan.
Berdasarkan artikel tersebut, Dr. William Karesh
yang merupakan Executive Vice President for Health and Policy di
EcoHealth Alliance serta seorang dokter hewan yang memusatkan pada
penelitian-penelitian selama bertahun-tahun terkait dengan satwa liar
(khususnya mempelajari virus ebola pada kera besar, termasuk gorilla),
menemukan sebuah metode untuk mendeteksi antibodi terhadap virus ebola
dari dalam tinja alias eek. Hingga saat ini, metode untuk mendeteksi
virus ebola di alam liar berpusat pada pengumpulan darah atau
jaringan-jaringan yang terinfeksi pada kera.
Kenapa pada kera?
Karena
kera merupakan salah satu sumber utama penyebaran virus ebola, meskipun
pada penelitian-penelitian awal ditemukan bahwa penyebaran virus ebola
pertama kali pada manusia diduga berasal dari kelelawar.
Penelitian
dengan menggunakan sampe darah atau dengan mengangkut bangkai-bangkai
hewan yang terinfeksi ebola membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga.
Jadi, penelitian dengan menggunakan sampel tinja dirasakan jauh lebih
mudah karena dianggap dapat membantu para ilmuwan untuk meneliti secara
lebih. Selain itu, sampel tinja juga dianggap dapat lebih akurat dalam
memprediksi kemungkinan resiko penularan wabah atau virus ebola di masa
depan.
Gorilla |
Penelitian
Dr. Karesh dilakukan terhadap gorilla bukan tanpa alasan. Menurutnya,
gorilla sebenarnya lebih rentang terkena virus ebola dibandingkan
manusia. Bahkan, angka kematian gorilla yang terkena virus ebola
mendekati 95% dan penyebaran virus ebola pada gorilla menjadi penyebab
kahancuran populasi gorilla selama 2o tahun terakhir. Dr. Karesh
memperkirakan bahwa ada sekitar 25% kera liar di Kongo yang tewas karena
virus ebola. Dengan alasan inilah maka Dr. Haresh berharap teknik yang
dilakukannya -- dengan meneliti melalui sampel tinja -- akan membantu
para ilmuwan lainnya untuk mendeteksi ebola pada populasi kera, sehingga
para ilmuwan akan lebih mudah lagi dalam menargetkan populasi mana saja
yang rentan terhadap penyebaran virus ebola dan akhirnya mampu membuat
vaksin pencegahan ebola yang lebih baik di masa depan.
"Everything is linked to animals" ~ Dr. William Karesh
Begitu,
menurut Dr. Karesh. Jadi, apabila kotoran gorilla dapat membuka jalan
adalam memahami bagaimana virus ebola menyebar, maka seluruh populasi
yang rentan terhadap penularan virus tersebut serta spesies atau
lingkungan lain di sekitar mereka akan mendapatkan keuntungan untuk
tidak tertular virus ebola lagi.
Tuh kan!
Makanya jangan anggap remeh si eek, hahahaha.
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar sesuka hati! :)