Friday, September 26, 2014

Jumatulis Season 2 - 01 Pop - Popping the Poop

 Oleh:

Sewaktu saya melempar tema "POP" sebagai tema perdana di #Jumatulis Season 2, saat itu saya sedang membayangkan untuk berburu buku anak yang berbentuk pop-up. Tapi, kali ini saya bukan bukan akan membahas buku di sini. Cukuplah di kata-nia saya membahas buku, hahaha.

Saya juga bukan akan membahas Fitri Poptropica, website untuk bermain ini dan itu. Walaupun tampilannya memang selalu menggoda untuk selalu di-klik. Warnanya cantik dan eye-catchy begitu, warna kesayangan saya juga, bagaimana bisa saya mudah menahan diri untuk tidak tergoda bereksplorasi di sana? Hahaha.

Saya memilih untuk membahas sesuatu yang saya temukan di POP-SCI alias Popular Science. Ini merupakan website yang keren!

Popular Science selalu mengupas berita terkini terkait science dan itu tidak melulu terkait informasi maha-ribet yang membuat saya sakit kepala, terutama kalau terkait dengan konsep sejenis fenomena time travelling, Taechyon Particle, atau Thermodynamics yang terkadang membuat saya sakit kepala dan migraine kumat ketika kesulitan mencerna informasinya, hahaha.

Nah, salah satu yang menarik minat saya untuk membacanya adalah salah satu artikel terbaru di pop-sci yang membahas tentang eek. 

What?!

Eek lagi?!

Tenang, hahaha. Kali ini akan membahas informasi yang keren kok...

Artikel yang saya maksud berjudul How Gorilla Poop Could Help Stop Ebola. See? Eek itu bermanfaat, hahaha. Bahkan dapat mencegah penyebaran virus ebola, yang beritanya sangat heboh di seluruh dunia sejak berminggu-minggu yang lalu, terutama bagi mereka yang tinggal di Afrika Barat. Ingat kan dengan berita yang menyatakan bahwa sampai ada proses sterilisasi besar-besaran di sana demi mencegah penyebaran virus ebola? Para jamaah haji Indonesia pun diminta suntik vaksin khusus supaya mencegah penularan karena ketika di Mekkah entah akan bertemu orang-orang dari belahan bumi mana, dan sangat mungkin akan ikut tertular jika tidak melakukan intervensi sejak dini. Semua pihak di sana berusaha keras untuk mengidentifikasi siapa pembawa pertama dari virus ebola ini. Apalagi, virus ini merupakan virus yang mematikan.

Berdasarkan artikel tersebut, Dr. William Karesh yang merupakan Executive Vice President for Health and Policy di EcoHealth Alliance serta seorang dokter hewan yang memusatkan pada penelitian-penelitian selama bertahun-tahun terkait dengan satwa liar (khususnya mempelajari virus ebola pada kera besar, termasuk gorilla), menemukan sebuah metode untuk mendeteksi antibodi terhadap virus ebola dari dalam tinja alias eek. Hingga saat ini, metode untuk mendeteksi virus ebola di alam liar berpusat pada pengumpulan darah atau jaringan-jaringan yang terinfeksi pada kera. 

Kenapa pada kera?

Karena kera merupakan salah satu sumber utama penyebaran virus ebola, meskipun pada penelitian-penelitian awal ditemukan bahwa penyebaran virus ebola pertama kali pada manusia diduga berasal dari kelelawar.

Penelitian dengan menggunakan sampe darah atau dengan mengangkut bangkai-bangkai hewan yang terinfeksi ebola membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga. Jadi, penelitian dengan menggunakan sampel tinja dirasakan jauh lebih mudah karena dianggap dapat membantu para ilmuwan untuk meneliti secara lebih. Selain itu, sampel tinja juga dianggap dapat lebih akurat dalam memprediksi kemungkinan resiko penularan wabah atau virus ebola di masa depan.

Gorilla

Penelitian Dr. Karesh dilakukan terhadap gorilla bukan tanpa alasan. Menurutnya, gorilla sebenarnya lebih rentang terkena virus ebola dibandingkan manusia. Bahkan, angka kematian gorilla yang terkena virus ebola mendekati 95% dan penyebaran virus ebola pada gorilla menjadi penyebab kahancuran populasi gorilla selama 2o tahun terakhir. Dr. Karesh memperkirakan bahwa ada sekitar 25% kera liar di Kongo yang tewas karena virus ebola. Dengan alasan inilah maka Dr. Haresh berharap teknik yang dilakukannya -- dengan meneliti melalui sampel tinja -- akan membantu para ilmuwan lainnya untuk mendeteksi ebola pada populasi kera, sehingga para ilmuwan akan lebih mudah lagi dalam menargetkan populasi mana saja yang rentan terhadap penyebaran virus ebola dan akhirnya mampu membuat vaksin pencegahan ebola yang lebih baik di masa depan.

"Everything is linked to animals" ~ Dr. William Karesh

Begitu, menurut Dr. Karesh. Jadi, apabila kotoran gorilla dapat membuka jalan adalam memahami bagaimana virus ebola menyebar, maka seluruh populasi yang rentan terhadap penularan virus tersebut serta spesies atau lingkungan lain di sekitar mereka akan mendapatkan keuntungan untuk tidak tertular virus ebola lagi.

Tuh kan!

Makanya jangan anggap remeh si eek, hahahaha.

0 comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar sesuka hati! :)