Aku berpijak pada
pasir pantai lembut yang basah dan berkilau-kilau
memantulkan cahaya. Memandang lurus ke timur, memerhatikan ombak yang
menggulung di tengah laut dan menghempas ke tepian pantai, menjilat pasir kemudian
membawanya ke tengah samudera untuk kemudian dihempaskan lagi bersama ombak. Angin
bertiup begitu bergairah, menyapu ragaku yang serasa ikut meliuk-liuk mengikuti
irama angin.
Langit berwarna merah
keemas-emasan, matahari sebentar lagi tenggelam, aku memerhatikan jauh ke
samudra, tampak siluet seorang sedang mengayuh sampannya, mungkin hendak pulang,
mungkin juga hendak mencari ikan. Dari kejauhan tampak lumba-lumba
melompat-lompat ke udara bersama pasangannya.
Sungguh tak ada yang
bisa mengalahkan pesona senja yang
dihadirkan di tepi pantai pada sebuah pulau yang tak kukenal ini, meski aku tau
persis sudah beberapa kali menikmati senja di sini, setiap kali selalu tampak
memesona, seakan tak ingin aku melewatkan sedetikpun waktu untuk menyia-nyiakannya.
Dan ketika matahari
benar-benar tenggelam dengan sempurna ke dasar samudra, langit yang mula-mula
merah keemas-emasan perlahan-lahan tapi pasti berubah menjadi gelap.
***
Semua orang
menertawakanku. Tak ada yang percaya dengan apa yang kuceritakan dengan
antusias.
“kau kan hanya bermimpi!” sahut seseorang di
sebelahku.
“ini 3018, bung!
Berhentilah membaca fiksi tahun 2000-an itu. Pantai dan senja tak pernah ada di
sini!”
Aku hanya bisa diam
dan menatap ke luar jendela, gedung-gedung tinggi menjulang jauh ke langit.
Langit hitam legam,
matahari tak tampak.
Ya, tak pernah ada
matahari yang terbit maupun tenggelam di sini.
0 comments:
Post a Comment
Silakan berkomentar sesuka hati! :)