Wednesday, September 17, 2014

Jumatulis Season 1- 01 Pispot - Aku saksi mereka


Aku bertemu dengannya sejak dia memasuki ruangan ini. Awalnya dia tak berdaya, bahkan berbicara saja tak mampu. Hanya menggerakkan salah satu tangannya, entah itu kanan atau kiri, aku tak mampu mengetahuinya. Sambil duduk termenung melihat seisi ruangan yang itu lagi-itu lagi, mendadak ini menjadi sesuatu yang baru bagiku.
Lelaki itu tua, berambut putih serta berkulit keriput. Sosok yang mendampinginya masih begitu muda, entah apakah dia pasangannya atau mungkin… Ah sudahlah aku terlalu banyak menduga. Aku sudah terbiasa membantu siapa saja, jadi aku tak lagi mau memilih dengan siapa aku akan membantu.
"Bapak kenapa?" tanya si Perempuan cantik dan muda itu pada Pria tua yang tergeletak lemah di atas tempat tidur.
Hanya isyarat yang dia lambaikan pada Perempuan muda, kemudian mengangguk dan mendekatiku, berusaha bekerja sama semampunya. Tersenyum penuh dengan ketabahan, sementara aku, pasrah.
Bertahun-tahun sepertinya aku menjaga dan membantu orang lain. Terutama orang yang lemah dan tak dapat berjalan. Tapi ini baru pertama kalinya aku melihat mereka berdua, sepasang Pria tua dan Perempuan muda yang tak pernah melepaskan senyumnya.
Bahkan biasanya yang aku dengar adalah pasangan dari pria atau pasangan wanita yang menggerutu setiap kali pertanda itu datang. Pernah aku mendengar gerutuan dari seorang wanita yang ingin sekali rasanya aku tampar.
"Biar mampus aja itu orang!" Entah kapan terjadinya tapi aku masih ingat saat dia meminta bantuanku. Kalau aku tidak ingat Pria lemah tak berdaya itu suaminya, ingin aku tampar Wanita itu.
Belum lama sebelum pasangan Perempuan muda dan Pria tua ini, ada juga seorang Ibu dan Anak, tidak tahan aku dengan kecerewetan sang Ibu yang berkali-kali memarahi Anaknya ketika meminta bantuan. Aku saja tidak marah, kenapa dia memarahi Anak itu? Sungguh bodoh!
Dan pasangan ini yang membuat hariku penuh dengan senyum. Belum lagi terlihat jelas keikhlasan dari wajah Perempuan muda yang tak pernah menggerutu atau marah. Aku benar-benar terpana. Mungkin aku jatuh cinta? Ah, tapi siapalah aku ini.
"Bapak mau makan?" Perempuan muda itu dengan sabar dan telaten menyuapi makanan sedikit demi sedikit. Menunggu hingga mulut Pria tua itu hingga kosong dan mulai menyuapi lagi.
Hingga suatu hari, aku tengah menanti pagi yang indah, beserta pemandangan yang membuatku pilu. Aku menjadi saksi mereka berdua selama ini, kurang lebih sudah sebulan, hingga akhirnya Pria tua kehilangan kesadaran. Dan baru beberapa menit tadi meninggal dunia. Ini pertama kalinya aku ingin mendamprat Perempuan Muda itu! Bukan karena dia menangis meraung-raung. Tapi karena aku mendengarnya.
"Bapak sudah meninggal, warisan murni jatuh ke tangan saya!" aku mendengarnya berbicara seperti itu melalui alat yang diletakkan di telinganya. 
Ingin rasanya aku menampar dan memukulnya, tapi aku hanya terdiam sengit di ujung ruangan memandang mereka berdua yang awalnya adalah idolaku. Kemudian menjadi sangat aku benci. Apalah aku ini, hanya seonggok pispot yang membantu Perempuan itu. Dan aku tak punya kaki serta tangan. Tapi aku menjadi saksi.
**Binatang Jalang**

0 comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar sesuka hati! :)